Read more
BAB I.
PENGANTAR KAJIAN
“Orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
BAB I. PENGANTAR KAJIAN
A. Belajar
Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan
kalamullah yang mengandung seperangkat aturan hidup bagi manusia dalam
mencapai ridla Allah SWT. Mempelajari Al-Qur’an adalah fardlu ‘ain bagi
umat Islam. Sabda Rasulullah SAW :
تَرَكْتُ
فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ
وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَى الْحَوْضَ.
“Aku tinggalkan
padamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apabila berpegang teguh
kepada keduanya yaitu Kitabullah & sunnahku. Tidak akan bercerai berai
sehingga keduanya mengantarkanku ke telaga (di Surga).”(Dishahikan oleh
Al-Albani dalam kitab Shahihul Jami’)
Hadits
ini mengandung pemahaman bahwa jika kita meninggalkan Kitabullah (Al-Qur’an)
& Sunnah nabi, maka kita pasti akan tersesat. Agar tetap dapat berpegang
pada keduanya, tentunya kita wajib untuk mempelajari keduanya.
Bidang ilmu yang mempelajari
Al-Qur’an dikenal dengan nama ‘Ulumul Qur’an. ‘Ulumul jamak dari
‘ilmu yang berarti al-fahmu wal idrak (paham & menguasai).
Sehingga ‘Ulumul Qur’an berarti ilmu yang membahas Al-Qur’an dari segi
Asbabun Nuzul, pengumpulan & penertiban Al-Qur’an, pengetahuan surah
Makiah wal Madaniah, An-Nasikh wal Mansukh, Al-Muhkam wal
Mutasyabihat dan yang lainnya yang berhubungan dengan Al-Qur’an.
Mempelajari Al-Qur’an adalah
fardlu ‘ain. Lalu bagaimana dengan mempelajari ‘Ulumul Qur’an ?
Hukum mempelajari ‘Ulumul Qur’an adalah fardlu kifayah dalam arti,
kaum muslimin wajib mempelajarinya sampai batas ada yang mahir dalam bidang ini,
setelah itu seluruh kaum muslimin terbebas dari dosa karena meninggalkannya.
Jikalau belum ada yang mahir dalam bidang ini, maka kaum muslimin belum terbebas
dari dosa kecuali bagi yang sedang mempelajarinya.
1. Agar dapat memahami kalam
Allah SWT, sejalan dengan keterangan & penjelasan dari Rasulullah SAW, serta
sejalan pula dengan keterangan yang dikutip oleh para shahabat &
thabi’in tentang interpretasi mereka perihal Al-Qur’an.
2. Agar mengetahui cara &
gaya yang dipergunakan oleh para mufassirin dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan
disertai sekedar penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta
kelebihan-kelebihannya.
3. Agar mengetahui
persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan Al-Qur’an.
4. Agar mengetahui ilmu-ilmu
lain yang dibutuhkan untuk itu.
‘Ulumul Qur’an
terkadang disebut ‘Usulut Tafsir karena sangat diperlukan oleh
mufassirin dalam proses penafsiran. Kemampuan menafsirkan ayat Al-Qur’an
merupakan tujuan inti dari mempelajari ilmu ini. Namun pada buku yang saya susun
ini baru hanya akan mengantarkan pembaca untuk belajar mengenal & mencintai
Al-Qur’an sehingga timbul motivasi untuk mendalaminya lebih lanjut melalui
buku-buku yang lebih muktabar.
B. Mengenal
Al-Qur’an
Pepatah mengatakan bahwa
tidak kenal maka tak cinta. Begitulah kiranya yang terjadi pada kita. Untuk
menimbulkan gairah yang besar bagi mempelajari Al-Qur’an, kita perlu mencintai
Al-Qur’an itu sendiri. Dan kita tidak mungkin dapat mencintai Al-Qur’an jika
kita tidak mengenalnya. Sebagai langkah awal proses mengenal Al-Qur’an, ada
baiknya kita melihat bagaimana perhatian Rasulullah SAW & para shahabat
terhadap Al-Qur’an. Sehingga dari hal ini, kita akan tahu, bagaimana Al-Qur’an
itu sendiri dimata Rasulullah SAW & para shahabat.
Perhatian Rasulullah SAW
Rasulullah SAW adalah sosok
penerima, penjaga & penjelas Al-Qur’an. Beliau SAW sangat mengerti akan
mandat tersebut dan posisi beliau SAW. Beberapa hal menarik yang dapat dilihat
tentang perhatian Rasulullah SAW mengenai Al-Qur’an :
1. Rasulullah SAW melarang para
shahabat[2]
untuk menulis sesuatu darinya selain dari Al-Qur’an karena khawatir Al-Qur’an
akan bercampur dengan yang lain. Hal ini dapat dilihat dalam hadits :
“Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id
Al-Khudri, bahwa Rasulullah SAW berkata, “Janganlah kamu tulis dari aku. Siapa
yang menuliskan dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku, dan itu tiada halangan baginya (...dilanjutkan)
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ
النَّار
“Dan siapa yang sengaja berdusta atas
namaku, ia akan menempati tempatnya di api neraka.”
Sekalipun sesudah itu
Rasulullah SAW mengizinkan kepada sebagian shahabat untuk menulis hadits, tetapi
hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an tetap didasarkan pada riwayat yang melalui
petunjuk, seperti di zaman Rasulullah SAW & di zaman khalifah Abu Bakar ra
serta Umar ra.[3]
2. Rasulullah SAW memberikan
kemuliaan kepada pembaca & penghafal Al-Qur’an. Berikut beberapa hadits yang
menunjukkan hal diatas :
“Orang yang mahir dengan
Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci & mulia, sedang orang
yang membaca Al-Qur’an kurang fasih karena lidahnya berat & sulit
membetulkannya, maka baginya akan mendapat dua pahala.” (HR.
Muslim)
“Umatku yang paling mulia
adalah huffazh Al-Qur’an.” (HR.
Turmidzi)
“Bacalah Al-Qur’an ! Sebab
di hari kiamat nanti akan datang sebagai penolong bagi para pembacanya.”
(HR.
Turmudzi)
“Perumpamaan seorang mukmin
yang membaca Al-Qur’an adalah bagaikan bunga utrujjah, baunya harum & lezat
rasanya.” (HR. Bukhari &
Muslim)
3. Al-Qur’an di zaman
Rasulullah SAW sudah terkumpul dalam hafalan namun masih berserakan dalam
tulisan.
Banyak para shahabat yang
dikenal telah menghafal Al-Qur’an di zaman Rasulullah SAW & tentunya
Rasulullah SAW juga adalah termasuk orang yang hafal seluruh isi Al-Qur’an.
Bahkan hafalan Rasulullah SAW selalu dipantau oleh Jibril as pada setiap bulan
Ramadlan dan pada tahun kematian Rasul SAW, Jibril membacakan seluruh Al-Qur’an
sebanyak dua kali.[4]
Hadits dari Aisyah ra dari Fatimah ra berkata :
“Nabi SAW menitipkan rahasia
kepadaku bahwa Jibril as memaparkan kepadaku Al-Qur’an sebanyak dua kali. Aku
tidak melihatnya hadir kecuali telah tiba saatnya ajalku.”
Perhatian para shahabat ra
Para shahabat sangat
mengagungkan Al-Qur’an. Mereka tekun & bersungguh-sungguh dalam mempelajari
Al-Qur’an. Diriwayatkan dari Abu Abdurrahman As-Sulami, ia mengatakan
:
“Mereka yang membacakan
Qur’an kepada kami, seperti Usman bin ‘Affan & Abdullah bin Mas’ud serta
yang lain menceritakan bahwa mereka bila belajar dari Nabi SAW sepuluh ayat,
mereka tidak melanjutkannya sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada di
dalamnya. Mereka berkata, “Kami mempelajari Qur’an berikut ilmu & amalnya
sekaligus.”
Peran dari para Khulafaur
Rasyidin yang menunjukkan perhatian mereka terhadap Al-Qur’an dapat dilihat
sebagai berikut :
v Abu Bakar ra
(Memerintah
dari 11 H 13 H / 632 M – 634 M)
Pada tahun 12 H terjadi
Peperangan Yamamah[5] yang menyebabkan gugurnya
70 qari dari kalangan shahabat. Umar ra merasa khawatir dan datang kepada Abu
Bakar untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Kemudian dikumpulkanlah Qur’an dalam satu
mushaf secara sangat teliti dengan mencangkup tujuh huruf.
v Usman bin ‘Affan ra
(Memerintah
dari 23 H – 35 H / 644 M – 656 M)
Ketika terjadinya perang
Armenia & Azbaijan, Huzaifah bin Al-Yaman ra melihat banyaknya perbedaan
dalam pembacaan Al-Qur’an yang dapat mengakibatkan perpecahan. Huzaifah ra
kemudian melaporkan hal tersebut kepada Usman ra. Kemudian Usman ra
memerintahkan pengumpulan Qur’an dalam satu mushaf dengan menertibkan/menyusun
surah-surahnya & membatasinya hanya pada bahasa Quraisy.
v Ali bin Abu Thalib kw
(Memerintah
dari 35 H – 40 H / 656 M – 661 M)
Ali bin Abu Thalib ra
memerintahkan Abul Aswad Ad-Du’ali untuk meletakkan kaidah-kaidah Nahwu, cara
pengucapan yang tepat & baku, dan memberikan ketentuan harakat pada Qur’an.
C. Mencintai
Al-Qur’an
Mencintai Al-Qur’an akan
membuat diri kita menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup yang membimbing
kita menuju ridla Allah SWT. Al-Qur’an akan memberikan keistimewaan kepada orang
yang mencintainya. Banyak ulama yang telah
menulis tentang keistimewaan ini.[6] Ada yang berdasarkan hadits
shahih tapi ada pula berdasarkan hadits lemah bahkan palsu. Orang yang
menciptakan hadits palsu mengenai keistimewaan Al-Qur’an dengan tujuan untuk
membuat umat kembali mencintai Al-Qur’an. Ini merupakan tindakan yang
menunjukkan kebodohan.[7]
Berikut ini beberapa keistimewaan tersebut :
1. Keistimewaan bagi pembacanya
& yang mendengarkannya, Allah SWT berfirman :
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Apabila dibacakan Al-Qur’an
(kepadamu), maka dengarkanlah baik-baik & perhatikanlah dengan tenang agar
kamu mendapat rahmat.” (Al-A’raf [7] :
204)
“Siapa saja membaca satu
huruf dari Al-Qur’an, dia akan memperoleh satu kebaikan. Dan kebaikan itu akan
dibalas 10 X lipat. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf. Tapi alif
satu huruf, lam satu huruf & mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dari Ibnu
Mas’ud, yang mengatakan hadits ini hasan & shahih)
Adapun
hadits yang membicarakan hal ini adalah :
“Dari Umamah ra, ia berkata,
“Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya
ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi orang-orang yang
membacanya.” (HR.
Muslim)
“Bacalah Al-Qur’an ! Sebab
dihari kiamat nanti akan datang sebagai penolong bagi pembacanya.”
(HR.
Turmudzi)
2. Keistimewaan bagi yang
mempelajari & mengajarkannya.
خَيْرُكُمْ
مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Orang yang paling baik
diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an & mengajarkannya.”
(HR.
Bukhari)
3. Keistimewaan bagi yang
mengkhatamkan & penghafalnya.
“Abu Hurairah berkata,
“Siapa yang membaca Al-Qur’an dalam setiap tahun dua kali (khatam) maka ia telah
menunaikan haknya, sebab Nabi SAW membacanya kepada JIbril pada tahun
kematiannya sebanyakdua kali.” (Diriwayatkan oleh Hasan
bin Ziad)
“Sesungguhnya orang yang
didalam dadanya tidak terdapat sedikitpun ayat Al-Qur’an, ibarat rumah yang
roboh.”
(HR. Turmidzi)
Dalam hadits dari Abu
Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah SAW mengangkat pemimpin utusan dari
kalangan sahabatnya berdasarkan hafalan mereka.[8]
4. Keistimewaan surat yang
dikandungnya.
“…
Bacalah Az-Zahrawain, yaitu Al-Baqarah & Ali Imran. Karena kedua-duanya akan
datang dihari kiamat seolah-olah menjadi dua tumpuk awan yang menaungi
pembacanya atau menjadi dua burung yang sedang terbang lalu datang hendak
membela pembacanya …(HR.
Muslim)
“Jantung Al-Qur’an adalah
surat Yasiin. Tidaklah surat itu dibaca oleh seseorang yang menghendaki
keridlaan Allah SWT & keselamatan pada hari akhirat, melainkan Allah SWT
akan mengampuni dosa-dosanya,” (HR. Abu
Dawud)
“Siapa saja yang membaca
Al-Waqi’ah tiap-tiap malam, maka ia tidak akan ditimpa kepapaan.”
(HR.
Al-Baihaqi)
“Rasulullah menerangkan
bahwa sesungguhnya Qulhuwallahu ahad itu menyamai 1/3 dari Al-Qur’an.”
(HR.
Muslim)
“Berkata Abu Hurairah,
“Rasulullah SAW bersabda, “Dalam Al-Qur’an terdapat surat berisi tiga puluh ayat
yang dapat memberikan syafa’t kepada yang membacanya sehingga ia akan diampuni,
yaitu Tabarakalladzi biyadihil mulku.” (HR. Abu
Dawud)
“Siapa saja membaca dua ayat
terakhir Al-Baqarah tiap-tiap malam, terpeliharalah dia dari bencana.”
(HR.
Ahmad)
Kirannya cukuplah sudah
pengantar yang dapat penulis berikan sebagai langkah awal belajar mengenal &
mencintai Al-Qur’an. Semoga dalam pembahasan selanjutnya, kita akan dapat lebih
mendalami Kitab yang mulia ini. Amin Ya Rabbal ‘Alamin …
˜™
[1] Pengantar Studi Al-Qur’an hal
18.
[2] Shahabat menurut Ulama Hadits adalah setiap
muslim yang pernah melihat Rasul SAW. Shahabat menurut Ulama Ushul adalah
orang yang lama duduk bersama Rasul SAW dengan cara mengikuti beliau SAW atau
menerima hadits dari beliau SAW. Shahabat menurut Jumhur Ulama adalah
orang yang bertemu dengan Rasul SAW dalam keadaan beriman & meninggal dalam
memeluk Islam. Namun karena istilah shahabat ini sangat berhubungan erat dengan
penerimaan syariat Islam, penulis (M. Fachri) lebih mengambil defenisi shahabat
seperti yang diungkapkan oleh Imam Tabi’in, Sa’id Ibnu Al-Musayyab
yang berkata, “Shahabat, menurut kami, hanyalah orang-orang yang pernah
tinggal bersama Rasulullah SAW satu atau dua tahun. Dan pernah berperang bersama
beliau, sekali atau dua kali.” Namun ada sebagian yang meragukan ini adalah
pendapat Al-Musayyab, wa Allahu a’lam bis sawab. (Lihat pembahasan
masalah ini lebih lanjut dalam Hadits Nabi Sebelum Dibukukan hal
419-423)
[3]Lihat Pembahasan masalah ini dalam Hadits Nabi Sebelum
Dibukukan hal 345 - 351.
[4]Lihat As-Syakhshiyah Al-Islamiyyah I hal
153.
[5]Perang Yamamah terjadi tahun 11 H (633 M) dalam rangka
memerangi nabi palsu yaitu Musailamah Al-Kahzab. Di zaman Abu Bakar ra ini,
banyak sekali nabi palsu diantaranya Thulhah Al-Asadi (11 H/632 M), Aswad
Al-Insa (11 H/632M), Sajjah binti Al-Harist bin Sumaid bin Aqfan & Laqit bin
Malik Al-Azadi.
[6] Lihat Taqarrub Kepada Allah hal
17-22.
[7]Pembahasan masalah ini dapat dilihat dalam Hadits Nabi
Sebelum Dibukukanhal 259-262.
[8]Lihat Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir I pada
pembahasan awal surah Al-Baqarah.
0 Reviews