Read more
BAB II.
PERIHAL WAHYU
“Dan Tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan seizing-Nya apa yang Dia Kehendaki.”
(QS. Asy-Syura [42] :
51)
BAB II. PERIHAL WAHYU
Al-Qur’an adalah kumpulan
wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Muhammad SAW yang mana kumpulan wahyu ini
nantinya dibukukan menjadi mushaf yang kita lihat saat ini. Oleh karena itu,
sebelum kita mengkaji hal ihwal Al-Qur’an, ada baiknya kita mengkaji terlebih
dahulu mengenai perihal wahyu. Dimana kajian ini akan mencangkup keberadaan
wahyu, pengertiannya, cara turunnya & pembuktian bahwa Al-Qur’an itu benar
adalah wahyu Allah SWT.
A. Menelusuri Keberadaan Wahyu
Ilmu pengetahuan telah membuka mata manusia akan
banyaknya misteri alam yang belum mereka ketahui, namun terkadang ilmu
pengetahuan dapat pula membuat orang menjadi sombong & pongah. Mereka tidak
mau mempercayai keberadaan sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
Padahal banyak sekali fakta yang mereka hadapi namun belum dapat ditelusuri
secara ilmiah, semisal :
1. Keberadaan roh yang
merupakan rahasia kehidupan.
2. Kemampuan hipnotisme yang
menjelaskan hubungan jiwa manusia dengan kekuatan yang lebih tinggi yang mampu
membuat orang lain melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya.
3. Pengalaman kita berbicara
dengan diri sendiri atau berbicara dengan orang lain baik dalam keadaan sadar
maupun tidak (semisal mimpi).
Atau
hal yang mulai dapat dipelajari & dimanfaatkan seperti :
1. Orang dapat mendengar
percakapan yang direkam & dibawa oleh gelombang eter.
2. Orang dapat melakukan
komunikasi dalam jarak yang jauh dengan atau tanpa melihat lawan
bicara.
Contoh-contoh diatas atau
yang serupa dengannya, cukup dapat menjelaskan kepada kita tentang hakikat
keberadaan wahyu. Sebagai seorang muslim, untuk meyakini sesuatu, selain
berpegang pada contoh diatas, kita juga menjadikan nash sebagai
dalil keberadaan wahyu. Allah SWT berfirman :
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ
وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ
وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ
وَسُلَيْمَانَ وَءَاتَيْنَا دَاوُدَ زَبُورًا
“Sesungguhnya Kami telah
mewahyukan kepadamu seperti Kami telah mewahyukan kepada Nuh & nabi-nabi
yang kemudiannya, dan Kami telah mewahyukan pula kepada Ibrahim, Ismail, Ishak,
Ya’kub & anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun & Sulaiman. Dan Kami
berikan Zabur kepada Daud.” (An-Nisa’ [4] :
163)
Ibnu Katsir mengatakan : Muhammad
bin Ishak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Sakan & Adi bin Zaid
berkata : Hai Muhammad, kami tidak mengetahui Allah menurunkan sesuatu kepada
manusia setelah Musa !” Maka Allah menurunkan ayat
ini (An-Nisa’ [4] : 163).
أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا
أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَى رَجُلٍ مِنْهُمْ ...
“Patutkah menjadi keheranan
bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki diantara mereka …”
(Yunus
[10] : 2)
Ibnu Katsir berkata : Yakni Allah
SWT memandang ganjil terhadap kaum kafir yang merasa heran terhadap pengutusan
para rasul dari kalangan manusia. Mereka mengatakan, “Terlalu agung bagi
Allah jika rasul-Nya berupa manusia seperti Muhammad.” Maka Allah AWJ
menurunkan ayat ini (Yunus [10] : 2).
Dengan demikian, maka wahyu
yang diturunkan kepada Rasulullah SAW & para Nabi bukanlah hal yang
mengherankan. Menyangsikan keberadaan wahyu adalah sikap yang tidak pantas bagi
seorang yang berakal & beriman.
B. Pengertian Wahyu
Pembahasan pengertian wahyu
akan dibagi atas dua pembahasan. Yakni pembahasan ditinjau dari bahasa &
menurut syara’.
Menurut
Bahasa
Ibnu Hajar
Al-Asqalani[1] mengatakan wahyu adalah
memberitahukan secara samar. Sedangkan menurut Al-Qattan[2],
“Al-Wahy adalah kata masdar & materi kata itu menunjukkan dua
pengertian dasar yaitu tersembunyi & cepat. Oleh karena itu, maka dikatakan
bahwa wahyu ialah pemberitahuan secara tersembunyi & cepat yang khusus
ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain. Inilah
pengertian masdarnya.” Pengertian wahyu dalam arti bahasa meliputi
:
1. Ilham sebagai bawaan dasar
manusia, seperti wahyu kepada ibu Musa as :
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ
...
“Dan Kami
ilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia…” (Al-Qasas [28] :
7)
Ibnu Katsir berkata :
Allah SWT
memberitahukan kepada Ibu Musa & memasukkan ke dalam kesadarannya cara
menangani Musa as.
2. Ilham yang berupa naluri
pada binatang, seperti wahyu kepada lebah :
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي
...
“Dan Tuhanmu telah
mewahyukan kepada lebah, “Buatlah sarang …” (An-Nahl [16] :
68)
Ibnu Katsir berkata :
Yang
dimaksud wahyu disini adalah ialah ilham, petunjuk & bimbingan bagi lebah
agar ia membuat sarang.
3. Isyarat yang cepat melalui
rumus & kode seperti isyarat Zakaria as :
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ
أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا
“Maka keluarlah dia dari
mihrab, lalu memberi isyarat kepada mereka, “Hendaklah kamu
bertasbih…” (Maryam [19] :
11)
Ibnu Katsir berkata :
Maka ia
(Zakaria) keluar dari mihrrab dimana dia menerima berita gembira akan
mendapatkan anak laki-kali menuju kaumnya. Lalu dia memberi isyarat yang halus
& cepat kepada mereka.
4. Bisikan & tipu daya
setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia, firman
Allah SWT :
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
“Dan demikianlah Kami
jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis)
manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada
sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu
(manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya,
maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (Al-An’am [6] :
112)
Ibnu Katsir berkata :
Ibnu Juraij
berkata, “Mujahid menafsirkan ayat ini dengan jin-jin yang kafir adalah setan.
Mereka membisikkan perkataan yang indah sebagai tipuan kepada setan-setan
manusia berupa manusia kafir. Sebagian mereka melontarkan perkataan yang
indah-indah & melemahkan kepada sebagian yang lain, perkataan yang elok yang
dapat memperdaya si penyimak karena tidak mengetahui persoalan yang
sebenarnya.
وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ
لِيُجَادِلُوكُمْ ...
“Sesungguhnya
syaitan-syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka
membantah kamu”(Al-An’am [6] :
121)
Ibnu Katsir berkata :
Ibnu Abbas
berkata, “Sebenarnya ada dua wahyu,
yaitu wahyu Allah & wahyu syaithan. Wahyu Allah diturunkan kepada Muhammad
& wahyu syaithan diturunkan kepada teman-temannya yaitu kaum
Quraisy.”
Kemudian berkata Ibnu Abbas lagi bahwa sesungguhnya setan dari Persia mewahyukan
kepada teman-temannya yaitu kaum Quraisy.
5. Apa yang disampaikan Allah
SWT kepada malaikat :
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ
فَثَبِّتُوا ...
“Ingatlah ketika Tuhanmu
mewahyukan kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku bersama kamu,
maka teguhkanlah…” (Al-Anfal [8] :
12)
Menurut
Syara’
Ibnu Hajar berkata, “Secara
terminology wahyu adalah memberitahukan hukum-hukum syari’at, namun terkadang
yang dimaksud dengan wahyu adalah sesuatu yang diwahyukan, yaitu kalam Allah SWT
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.” [3]
Imam
Az-Zuhri
mengatakan, “Wahyu ialah kalam Allah SWT yang disampaikan kepada salah
seorang Nabi-Nya kemudian dikukuhkan-Nya kedalam hatinya. Lalu Nabi itu
menyatakan bahwa itu adalah wahyu & ditulisnya.” [4]
Muhammad Husein
Abdullah
mengatakan,“Wahyu adalah pemberitahuan Allah SWT kepada rasul-rasul tentang
risalah mereka.” [5]
C. Cara Wahyu
Turun
Wahyu sebagai kalam Allah
SWT yang turun kepada para malaikat, para nabi & rasul dapat dijelaskan
sebagai berikut :
v Kepada
Malaikat
Allah
SWT menyampaikan wahyu secara langsung kepada malaikat.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا
مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ ...
”Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi.”
Mereka bertanya, “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang
yang …” (Al-Baqarah [2] : 30)[6]
إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى
الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا ...
“Ingatlah ketika Tuhanmu
mewahyukan kepada malaikat. “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah
pendirian …” (Al-Anfal [8] :
12)
Hadits
dari Nawas bin Sam’an yang mengatakan, “Rasulullah SAW bersabda
:
“Apabila Allah hendak
memberikan wahyu mengenai suatu urusan, Dia berbicara melalui wahyu, maka langit
pun tergetarlah dengan getaran – atau dia mengatakan goncangan – yang dahsyat
karena takut kepada Allah AWJ. Apabila penghuni langit mendengar hal itu, maka
pingsan dan jatuh bersujudlah mereka itu kepada Allah. Yang pertama sekali
mengangkat muka diantara mereka itu adalah Jibril, maka Allah membicakan wahyu
itu kepada Jibril menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian Jibril berjalan
melintasi para malaikat. Setiap kali dia melalui satu langit, maka bertanyalah
kepadanya malaikat langit itu, “Apakah yang telah dikatakan oleh Tuhan kita
wahai Jibril ? Jibril menjawab, “Dia mengatakan yang hak & Dialah Yang Maha
Tinggi lagi Maha Besar.” Para malaikat itu semuanya pun mengatakan seperti apa
yang dikatakan Jibril. Lalu Jibril menyampaikan wahyu itu seperti diperintahkan
Allah AWJ.” (HR.
Tabarani)
v Kepada Para Nabi &
Rasul
Sampainya wahyu kepada para
nabi & rasul melalui beberapa cara sebagaimana Allah SWT berfirman
:
وَمَا
كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ
أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ
حَكِيمٌ
“Dan tidak ada bagi seorang
manusiapun bahwa Allah berkata-kata
dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan
mengutus seorang utusan lalu diwahyukan kepadanya dengan seizinnya apa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” (QS. Asy-Syura (42) :
51)[7]
Berikut ini penjelasan tiga
cara dari ayat diatas[8]
:
1. Perantaraan wahyu, untuk ini
terbagi atas tiga. Yakni pertama, wahyu dimasukkan ke dalam hati &
akalnya. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya ruhul quds
memasukkan perkataan ke dalam hati & akalku.” (HR.
Al-Hakim)
“Roh Kudus telah
menghembuskan ke dalam hatiku bahwa seorang itu tidak akan mati sehingga dia
menyempurnakan rezeki & ajalnya. Maka bertaqwalah kepada Allah, dan carilah
rezeki dengan jalan yang baik.” (Hadits Abu Nu’aim
dalam Al-Hilyah dengan sanad yang sahih)
Kedua, wahyu datang melalui mimpi
yang benar diwaktu tidur. Allah SWT berfirman :
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ(101) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ
السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ
فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ
شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Maka kami beri kabar
gembira dengan seorang anak yang sangat sabar. Maka tatkala anak itu telah
sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Wahai
anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah bagaimana pendapatmu ?” Dia menjawab, “Wahai bapak, kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu, insya Allah SWT engkau akan mendapati aku termasuk
orang-orang yang sabar.” (As-Saffaat [37] :
101-102)
“Dari Aisyah ra dia berkata,
“Sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi bagi Rasulullah adalah mimpi yang benar
di waktu tidur. Beliau tidaklah melihat mimpi kecuali mimpi itu datang bagaikan
terangnya pagi hari.” (HR. Muttafaq
‘Alaih)[9]
Ibnu Hajar mengomentari hadits ini,
menurutnya, “Turunnya wahyu dengan cara mimpi yang benar adalah untuk latihan
bagi Nabi untuk menerima dalam keadaan sadar, kemudian ketika sadar beliau dapat
melihat cahaya, mendengar suara & batu-batu kerikil memberi salam
kepadanya.” [10]
Lebih lanjut Ibnu Hajar mengatakan bahwa Nabi mendapatkan wahyu lewat mimpi pada
bulan kelahirannya yakni Rabi’ul Awal ketika umur beliau 40 tahun sedangkan
turunnya wahyu dalam keadaan sadar pada bulan Ramadhan.[11]
Ketiga, datang kepada Rasul SAW
suara seperti dencingan lonceng & suara yang amat kuat yang mempengaruhi
faktor-faktor kesadaran, sehingga beliau SAW dengan segala kekuatannya siap
menerima pengaruh itu. Cara seperti ini paling berat buat Rasulullah SAW. Hadits
dari Aisyah bahwa Haris bin Hisyam bertanya tentang wahyu & Rasulullah SAW
menjawab :
“Kadang-kadang ia datang
kepadaku bagaikan dencingan lonceng & itulah yang paling berat bagiku, lalu
ia pergi, dan aku telah menyadari apa yang dikatakannya. Dan terkadang malaikat
menjelma kepadaku & akupun memahami apa yang ia katakan.”
“Aku pernah bertanya kepada
Nabi SAW, adakah engkau merasakan wahyu ?” Nabi SAW menjawab, “Aku mendengar
bunyi lonceng kemudian pada saat itu aku diam. Tidaklah diwahyukan kepadaku
melainkan aku menyangka bahwa nyawaku sedang diambil.” (HR. Imam Ahmad dalam
Musnadnya)
2. Disampaikan secara langsung,
untuk ini terbagi atas dua. Yakni pertama, Allah SWT berbicara dibalik
tabir :
وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى
لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ
لَنْ تَرَانِي ...
“Dan tatkala Musa datang
untuk munajat dengan Kami diwaktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah
berfirman langsung kepadanya, Musa berkata, “Wahai Tuhan, tampakkanlah diri-Mu
kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” (Al-A’raf [7] :
143)[12]
... وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
“Dan Allah telah berbicara
kepada Musa secara langsung.” (An-Nisa’ [4] :
164)[13]
Kedua, Allah SWT berbicara tanpa
tabir. Menurut Ibnu Hajar pada malam Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
berbicara dengan Allah SWT secara langsung tanpa hijab.[14]
3. Disampaikan melalui
perantara, yaitu Malaikat Jibril as
Jibril as menyampaikan wahyu Allah SWT kepada
Rasulullah SAW dengan dua cara. Pertama, menjelma dengan bentuk asli.
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani bahwa Nabi SAW bertemu Jibril as dengan
wujud aslinya hanya dua kali. HR. Imam Ahmad dari Ibnu Mas’ud mengatakan
pertemuan pertama ketika bertemu pertama kali & kedua ketika Isra’ Mi’raj.
HR. Tirmidzi dari jalur Masruq dari Aisyah mengatakan pertemuan pertama
di Sidratul Muntaha & kedua di Ajyad.[15]
Kedua, menjelma sebagai manusia.
Cara seperti ini sangat disenangi Rasul SAW, karena merasa seperti seorang
manusia yang berhadapan dengan saudaranya sendiri. Aisyah ra berkata
:
“Aku pernah melihatnya
tatkala wahyu sedang turun kepadanya pada suatu hari yang amat dingin. Lalu
malaikat itu pergi, sedang keringatpun mengucur dari dahi Rasulullah.”
(HR.
Bukhari)
D. Keraguan Terhadap
Al-Qur’an
Orang Jahiliyah baik dahulu maupun sekarang selalu
berusaha menimbulkan keraguan mengenai turunnya wahyu Allah SWT kepada
Rasulullah SAW. Dengan tujuan untuk menggugat kenabian beliau SAW &
keberadaan Al-Quranul Karim. Adapun argumen yang mereka gunakan adalah :
1. Al-Qur’an karangan pribadi
Muhammad SAW untuk meraih kekuasaan
Argumen ini dapat disanggah
dengan mengatakan :
a. Jika Rasul hanya ingin
meraih kekuasaan saja, tentunya dia akan menisbatkan Al-Qur’an atas dirinya
sendiri yang pasti akan dapat mengangkat derajatnya di mata manusia.
b. Jika menisbatkan Al-Qur’an
sebagai kalam Allah SWT dikatakan untuk menjadikan kata-katanya terhormat.
Tentunya Rasul SAW tidak perlu lagi mengeluarkan hadits yang dinisbatkan kepada
dirinya.
c. Tuduhan bahwa Rasul SAW
mengarang Al-Qur’an merupakan tuduhan yang menggambarkan bahwa Rasul SAW adalah
pemimpin yang pendusta & palsu. Tentunya tuduhan ini tertolak dari kenyataan
sejarah yang membuktikan bahwa Rasul SAW adalah sosok pribadi yang jujur
sehingga digelar Al-Amin oleh orang Arab secara umum.
d. Rasul SAW tidak dapat
langsung menjawab beberapa pertanyaan & masalah, memberi izin untuk tidak
ikut perang dll, sebelum turunnya wahyu. Jika Al-Qur’an adalah dari Rasul SAW
tentunya dia tidak perlu menunggu seperti itu.
e. Adanya teguran kepada Rasul
SAW dalam beberapa ayat. Jika Al-Qur’an dari beliau SAW, tentunya hal ini tidak
akan terjadi.
f. Didalam Al-Qur’an terkandung
berita umat terdahulu, peristiwa sejarah yang sudah amat jauh, dengan kejadian
yang benar & akurat, bahkan kejadian semesta alam yang tidak mungkin pernah
dilihat manusia.
2. Al-Qur’an dinukil Rasul SAW
dari kitab sebelumnya yang diajarkan oleh para ahli kitab
Argumentasi ini dapat
ditolak dengan alasan :
a. Sejarah membuktikan bahwa
Rasul SAW adalah seorang yang ummi & tidak pernah menerima pelajaran
dari sesiapapun kecuali dari Allah SWT.
b. Memang benar Rasul SAW
pernah bertemu dengan Rahib Bahira di Busyra di Syam, namun saat itu beliau SAW
masih kecil & pertemuan itu sangat singkat.[16]
Kemudian beliau SAW bertemu Waraqah bin Naufal, namun saat itu beliau SAW telah
menjadi rasul bahkan hal itu diakui oleh Waraqah[17].
Kemudian beliau SAW juga banyak bertemu & mengadakan pembicaraan dengan
Pendeta Yahudi & Nashrani, namun justru merekalah yang bertanya kepada
beliau SAW bukan sebaliknya.
3. Al-Qur’an buatan orang
Arab
Argumentasi ini telah
tertolak dengan ketidakmampuan orang Arab Jahilliah & termasuk orang Arab
masa kini menjawab tantangan Allah SWT dalam banyak ayat yang menantang mereka
membuat yang semisal Qur’an atau minimal satu surah semisal Qur’an. Hal ini
karena ketinggian & keistimewaan susunan & kandungan ayat Qur’an yang
merupakan mukjizat terbesar Rasul SAW.
Adapun ayat yang merupakan
tantangan Allah bagi orang-orang yang meragukan bahwa Al-Qur’an itu dari sisi
Allah SWT adalah :
a. Menantang pembuatan kitab
semisal Al-Qur’an
قُلْ فَأْتُوا بِكِتَابٍ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ هُوَ أَهْدَى مِنْهُمَا أَتَّبِعْهُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Katakanlah, “Datangkanlah
olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi
petunjuk dari pada keduanya, niscaya aku mengikutinya jika kamu sungguh
orang-orang yang benar.” (QS. Al-Qashash [28] :
49)[18]
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْءَانِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
“Katakanlah, “Sesungguhnya
jika manusia & jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an ini,
niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun
sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (QS. Al-Israa [17] :
88)[19]
Asbabun Nuzul dari ayat ini adalah Salam bin
Musykam cs & Kaum Yahudi berkata, “ ... Turunkanlah kepada kami sebuah kitab
yang kami kenal. Kalau tidak, kami akan mendatangkan kepadamu seperti yang
engkau bawa.” (HR. Ibnu Ishaq & Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas).
b. Menantang mendatangkan
kalimat semisal Al-Qur’an
فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ
“Maka hendaklah mereka
mendatangkan kalimat yang semisal Al-Qur’an itu jika mereka orang-orang yang
benar.” (QS. At-Thur [52] :
34)[20]
c. Menantang mendatangkan
sepuluh surat semisal Al-Qur’an
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Bahkan mereka mengatakan,
“Muhammad telah membuat-buat Al-Qur’an itu. ”Katakanlah, “(Kalau demikian) maka
datangkanlah 10 surat yang dibuat-buat yang menyamainya dan panggillah
orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah jika kamu orang-orang
yang benar.” (QS. Hud [11] : 13)[21]
d. Menantang mendatangkan satu
surat semisal Al-Qur’an
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Atau (patutkah) mereka
mengatakan, “Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah, “(Kalau benar yang kamu
katakana itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya & panggillah
siapa-siapa yang dapat kamu panggil selain Allah ...” (QS. Yunus [10] :
38)[22]
وَإِنْ
كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ
مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ(23)فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا وَلَنْ تَفْعَلُوا فَاتَّقُوا
النَّار...
“Dan jika kamu (tetap) dalam
keraguan tentang Al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami, buatlah satu
surat saja yang semisal Al-Qur’an itu & ajaklah penolong-penolongmu selain
Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuatnya
& pasti kamu tidak dapat membuatnya, peliharalah dirimu dari neraka ...”
(Al-Baqarah [2] :
23-24)[23]
4. Al-Qur’an buatan orang
lain
Al-Qur’an diturunkan dalam
bahasa Arab. Kalau seandainya orang Arab saja tidak mampu membuat yang semisal
Qur’an karena ketinggian, keistimewaan susunan & kandungan ayat Qur’an.
Apalagi orang bukan Arab.
Orang kafir Quraisy
mengatakan bahwa Al-Qur’an dibuat oleh orang Rum, seorang tukang besi di Mekkah
yang bernama Zibr Ar-Rumi. Orang Musyrik mengatakan, “Demi Allah, tidak ada
yang mengajarkan Al-Qur’an ini kepada Muhammad kecuali Zibr Ar-Rumi.”
Majikan Zibr Ar-Rumi memukulinya & berkata, ”Kau mengajari Muhammad
?” Zibr Ar-Rumi menjawab, ”Tidak, demi Allah, malahan dialah yang mengajari
& memberi petunjuk kepadaku ...” [24].
Oleh karena itu Allah SWT berfirman :
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ
“Dan sesungguhnya Kami
mengetahui bahwa mereka berkata : "Sesungguhnya Al-Qur'an itu diajarkan oleh
seorang manusia kepadanya (Muhammad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan
(bahwa) Muhammad belajar kepadanya (ialah) bahasa `Ajam, sedang Al-Qur'an adalah
dalam bahasa Arab yang terang.” (QS. An-Nahl [16] :
103)
˜™
[1] Fathul Baari I hal 17.
[2] Studi Ilmu-ilmu Qur’an hal
36-37.
[3] Fathul Baari I hal 17.
[4] Apa Itu Al-Qur’an hal 45.
[5] Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam hal
28.
[6]Ibnu Katsir berkata : Allah SWT memberitahukan ihwal pemberitahuan karunia
kepada Bani Adam & penghormatan kepada mereka dengan membicarakan mereka di
Al-Mala’ul A’la, sebelum mereka diadakan.
[8]Lihat Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah I hal 133-137
& bandingkan dengan Apa Itu Al-Qur’an hal 46-47.
[9] HR. Muttafaq ‘Alaih berarti hadits itu diriwayatkan oleh
Bukhari, Muslim & Imam Ahmad.
[10] Fathul Baari I hal 38.
[12]Ibnu Katsir berkata : Musa
as berbicara secara langsung dengan Allah SWT tapi tidak mampu melihat Allah
SWT. Musa as berbicara dibelakang tabir.
[13]Ibnu Katsir berkata : Penggalan ayat ini merupakan penghormatan bagi Musa as.
Oleh karena itu Musa as disebut Al-Kalim (orang yang berbicara).
Muktazilah menolak Musa as pernah berbicara dengan Allah SWT.
[14] Fathul Baari I hal 33.
[15] Fathul Baari I hal 40.
[16] Lihat Pengantar Studi Al-Qur’an hal 191 – 192
& Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam I hal 148 –
151.
[17] Lihat Fathul Baari I hal 38 & Sirah
Nabawiyah Ibnu Hisyam I hal 157 – 158.
[19]Ibnu Katsir berkata : Karena persoalan itu diluar kemampuan mereka. Bagaimana
mungkin tuturan makhluk dapat menyerupai tuturan Al-Khaliq yang tidak
mirip dengan apapun ?
[20]Ibnu Katsir berkata : Kekufuran merekalah yang telah mendorong mereka
mendustakan Rasul SAW. Maka datangkanlah ungkapan semisal dengan Al-Qur’an.
Apakah mereka sanggup membuatnya ?
[21]
Ibnu Katsir berkata : Tidak ada seorangpun yang dapat menampilkan ungkapan
seperti Al-Qur’an tidak 10 surat dan tidak pula satu surat karena firman Rabb
terlalu tinggi. Untuk dapat diserupai oleh perkataan makhluk sebagaimana
sifat-Nya tidak dapat diserupai oleh perkara apapun.
[22]Ibnu Katsir berkata : Jika
kamu mampu maka datangkanlah ungkapan serupa Al-Qur’an, yakni yang sejenis
dengan Al-Qur’an. Dan meminta bantuanlah dalam melakukan hal itu kepada setiap
makhluk, baik jin maupun manusia.
[23]Ibnu Katsir berkata : Allah SWT menantang mereka dengan surah Madaniyyah ini
setelah sebelumnya dengan surah Makkiyah. Sesungguhnya Allah SWT telah menantang
semua orang baik secara berkelompok maupun perseorangan, baik menyertakan orang
awam maupun Ahli Kitab. Tantangan bagi mereka bersifat umum baik ketika di
Mekkah maupun di Madinah.
[24] Pengantar Studi Al-Qur’an hal 192 –
193.
0 Reviews