Read more

Jika Akhi / Ukhti belum sempat membaca bab sebelumnya, akhi / Ukhti bisa dapat membacanya disini, atau jika Akhi / Ukhti berminat mendownload seluruh filenya dalam bentuk chm, akhi / ukti dapat mendownloadnya disini.
 BAB V.
PERIHAL TURUNNYA AYAT AL-QUR’AN

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam yang diberkati.”
(QS. Ad-Dukhan [44] : 3)
BAB V. PERIHAL TURUNNYA AYAT AL-QUR’AN
A.      Pengantar Awal
Turunnya Al-Qur’an merupakan peristiwa besar yang harus kita ketahui & pelajari. Peristiwa turunnya ayat-ayat Al-Qur’an mempunyai beberapa faedah yang dapat kita ambil, diantaranya :
1.       Menjelaskan perhatian yang diberikan kepada Al-Qur’an guna menjaga & menentukan ayat-ayatnya.
2.       Mengetahui rahasia perundang-undanganan Islam menurut sejarah sumber yang pokok.
3.       Membedakan yang nasikh wal mansukh.
Namun sebelum kita mempelajari perihal turunnya ayat-ayat Al-Qur’an secara khusus, ada baiknya kita pelajari dulu perihal turunnya Al-Qur’an secara umum.

B.       Cara Turun Al-Qur’an
Secara sepintas, nash Al-Quran menunjukkan cara turunnya Al-Qur’an yakni : pertama, Al-Qur’an turun sekaligus. Hal ini dapat dilihat pada firman Allah SWT :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ ...
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia & penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu & pembeda (antara yang hak & yang bathil). …“ (QS. Al-Baqarah [2] : 185)

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesunguhnya Kami telah menurunkannya pada Lailatui Qadar.” (Al-Qadar [97] :1)

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam yang diberkati.” (Ad-Dukhan [44] : 3)
Menurut Ar-Ragib dalam Al-Mufradat bahwa ulama bahasa membedakan antara kata ‘inzal’ dengan ‘tanzil’. Tanzil berarti turun secara beransur-ansur sedangkan inzal hanya menunjukkan turun atau menurunkan dalam arti umum.[1]
Kedua, Al-Qur’an turun bertahap, hal ini dapat dilihat pada firman Allah SWT :
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْءَانُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا(32)وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
“Berkatalah orang-orang yang kafir : "Mengapa Al Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja ?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur & benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar & yang paling baik penjelasannya.” (QS. Al-Furqan [25] : 32-33)

وَقُرْءَانًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلًا

“Dan Qur’an telah Kami turunkan dengan beransur-ansur agar kamu membacanya pelahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (Al-Isra’ [17] : 106)
Ulama berbeda pendapat mengenai perihal turunnya Al-Qur’an.Ada tiga[2] sampai empat[3] macam pendapat. Adapun pendapat itu adalah :
1.       Ibn Abbas ra & sejumlah ulama mengatakan Qur’an turun dari Lauh Mahfuz ke Baitul Izzah dilangit dunia sekaligus pada malam Bulan Ramadlan, kemudian diturunkan kepada Rasul SAW secara bertahap selama 23 tahun sesuai perbedaan tentang masa tinggal Rasul SAW setelah kenabian.
2.       Asy-Sya’bi[4] mengatakan bahwa Al-Qur’an turun pertama kali pada Lailatul Qadar dibulan Ramadlan. Kemudian turun secara bertahap selama 23 tahun.
3.       Qur’an turun kelangit dunia selama 23 tahun pada setiap Lailatul Qadar, lalu diturunkan berangsur.
4.       Qur’an diturunkan dari Lauh Mahfuz sekaligus dan penjaganya mengansurnya kepada Jibril as selama 20 malam kemudian Jibril as menurunkan kepada Rasul SAW selama 20 tahun.
Al-Qurthubi menukil dari Muqatil bin Hayyan riwayat tentang kesepakatan turunnya Qur’an sekaligus dari Lauhul Mahfuz ke Baitul ‘Izzah dilangit dunia.
Imam As-Suyuthi mengatakan bahwa pendapat yang pertama adalah yang paling benar. As-Suyuthi jugamengatakan, “... Maka dijadikan-Nya dua ciri tersendiri (yakni) diturunkan sekaligus, kemudian diturunkan secara bertahap untuk menghormati orang yang menerimanya.”
As-Sakhawi mengatakan dalam Jamalul Qurra’, “Turunnya Qur’an kelangit dunia sekaligus menunjukkan penghormatan kepada turunan Adam ...”
Ibnu Katsir mengatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan sekaligus dari lauh mahfuz ke Baitul Izzah dilangit dunia yang terjadi pada bulan Ramadlan pada Lailatul Qadar. Kemudian dari Baitul Izzah diturunkan beransur kepada Rasul SAW sesuai kebutuhan dalam jangka waktu 23 tahun.[5]
Imam Ali Ash-Shabuny mengatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam dua tahap yaitu dari Lauh Mahfuz ke sama’ dunia secara sekaligus pada lailatul qadar. Dari sama’ dunia ke bumi secara bertahap dalam masa 23 tahun.[6]
Pendukung pendapat kedua mempertahankan pendapatnya dengan menolak pembedaan antara kata inzal & tanzil. Mereka juga mengajukan dua argumentasi lain, yakni (1) Turunnya Al-Qur’an dari Lauh Mahfuz ke Baitul Izzah adalah perkara ghaib sehingga membutuhkan dalil Syar’i. Sedangkan hadist dari Ibn Abbas itu tidak marfu’ dan (2) Sebagian ayat Al-Qur’an juga dikatakan Al-Qur’an. Sehingga turunnya sebagian ayat Al-Qur’an dapat juga dikatakan dengan turunnya Al-Qur’an.
Manna’ Al-Qattan, berpendapat bahwa pendapat kedua relatif sejalan dengan pendapat pertama & didukung dengan hadits shahih sedangkan pendapat ketiga tidak berdasarkan dalil.[7] Begitu pula dengan pendapat keempat.

C.       Hikmah Turun Bertahap
Al-Qur’an diturunkan secara bertahap mengandung hikmah :
1.      Menguatkan/meneguhkan hati Rasulullah SAW.
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ ...
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari para Rasul telah bersabar…” (Al-Ahqaf [46] : 35)
Contoh lain ialah QS. Al-Furqan (25) : 32, QS. Al-Kahfi (18) : 6, QS. Al-An’am (6) : 33-34, QS. Ali Imran (3) : 184, QS. Hud (11) : 120, QS. Ya Sin (36) : 76, QS. Al-Maidah (5) : 67, QS. Al-Fath (48) : 3, & QS. Al-Mujadalah (58) : 21
2.       Sebagai tantangan & mukjizat.

وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

“Dan tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu dengan membawa sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar & yang paling baik penjelasannya.” (Al-Furqan [25] : 33)
Contoh lain ialah QS. Al-Qashsash (28) : 49, QS. Al-Isra’ (17) : 88, QS. Ath-Thur (52) : 34, QS. Hud (11) : 13, QS. Yunus (10) : 38, QS. QS. Al-Baqarah (2) : 23-24
3.       Mempermudah menghafal & memahami Al-Qur’an.

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Dialah yang mengutus kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab & Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Al-Jumu’ah [62] : 2)
4.       Kesesuaian peristiwa.
مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ...
“Tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya dimuka bumi...” (Al-Anfal [8] : 67-68)
Contoh lain ialah QS. At-Taubah (9) : 25-27 & 117-118
5.       Bukti Kemaha Bijaksanaan & Maha Tinggi Allah SWT.
الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ ءَايَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
“Inilah suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi Allah Yang Mahabijaksana & Mahatahu.” (Hud [11] : 1)
Contoh lain ialah QS. An-Nisa’(4) : 82

C.   Ayat Pertama Turun
Ulama berbeda pendapat mengenai ayat yang pertama kali turun. Berikut ini dipaparkan perbedaan pendapat itu :
1.       QS. Al-Alaq (96) : 1-5
Dalilnya hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dan yang lain dari Aisyah yang menceritakan tentang mimpi Rasul SAW kemudian beliau SAW suka menyendiri di gua Hira. Kemudian di gua Hira tersebut beliau SAW mendapat wahyu QS. Al-Alaq (96).[8]
2.       QS. Al-Muddassir (74)
Dalilnya hadits Jabir dari Abu Salamah bin Abdurrahman :
“Dia berkata : Aku telah bertanya kepada Jabir bin Abdullah : Yang manakah diantara Al-Qur’an itu yang diturunkan pertama kali ? Dia menjawab : Ya ayyuhal muddassir. Aku bertanya lagi : Ataukah Iqra’ bismi rabbik ? Dia menjawab : Aku katakan kepadamu apa yang dikatakan Rasul SAW kepada kami : “Sesungguhnya aku berdiam diri di gua Hira. … Lalu aku lihat ke langit, tiba-tiba aku melihat Jibril yang amat menakutkan. Maka aku pulang ke Khadijah. … Khadijah menyelimuti aku. Lalu Allah menurunkan : Ya ayyuhal muddassir….” [9]
3.      QS. Al-Fatihah (1)
Dalilnya hadits riwayat Abu Ishaq dari Abu Maisarah berkata :
“Rasulullah SAW mendengar suara, ia berlari. Ia menyebutkan turunnya malaikat kepadanya serta kata-kata malaikat itu : Katakanlah Alhamdu lillahi rabbil ‘alamin….& seterusnya.” [10]
4.       Basmallah
Karena basmalah itu turun mendahului setiap surah. Dalilnya hadits dari Bisyir bin Imarah, dari Adh-Dhahak dari Ibn Abbas, dia berkata :
“Sesungguhnya perkara yang pertama kali diturunkan Jibril kepada Muhammad ialah ucapan “Hai Muhammad, katakanlah : Aku berlindung kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk.” Kemudian Jibril berkata, “Katakanlah bismillahirrahmanirrahim.” [11]
Pembahasan
Az-Zarkasyi dalam Al-Burhan mengatakan sebagian ulama menyatukan hadits Aisyah dan Jabir, bahwa Jabir mendengar Nabi SAW menyebutkan kisah permulaan wahyu dan Jabir mendengar bagian akhirnya sedangkan bagian pertamanya tidak. QS. Al-Muddassir adalah surah yang pertama kali turun secara penuh (lengkap) & merupakan surah pertama kali turun setelah terputusnya wahyu. Dalilnya adalah hadits dari Jabir :
“Aku telah mendengar Rasulullah SAW ketika ia berbicara mengenai terputusnya wahyu, maka katanya dalam pembicaraan itu : Ketika aku berjalan, aku mendengar suara dari langit. Lalu aku angkat kepalaku, tiba-tiba aku melihat malaikat yang mendatangi aku di gua Hira itu duduk dia atas kursi antara langit dan bumi. Lalu aku pulang dan aku katakan : Selimuti aku ! Lalu Allah menurunkan : Ya ayyuhal muddassir.” (HR. Bukhari & Muslim)
Pendapat ini diperkuat oleh Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dengan mengatakan, “Yang pertama kali diturunkan adalah Iqra’ digua Hira. Ketika kembali kepada Khadijah ra, Allah SWT menurunkannya ‘Ya ayyuhal muddassir’.
Manna’ Al-Qattan[12] mengatakan bahwa dalil dari pendapat ketiga & keempat adalah hadist mursal. Sehingga pendapat yang pertama adalah lebih masyhur.
Qadi Abu Bakar dalam Al-Intisar mengatakan bahwa dalil dari pendapat ketiga adalah munqati [13].
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan ini adalah ayat yang pertama kali turun ialah Al-‘Alaq [96] : 1-5 & merupakan isyarat kenabian Muhammad SAW, ayat yang pertama kali turun mengenai perintah tablig adalah QS. Al-Muddassir dan merupakan isyarat kerasulan Muhammad SAW & Al-Fatihah adalah surah (secara lengkap) yang pertama kali turun.[14]

D.  Ayat Pertama Turun Mengenai Beberapa Perkara Penting
1.       Perang
Ayat pertama kali turun mengenai perang adalah :

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (Al-Hajj [22] : 39)[15]
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya, “Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Tatkala Nabi SAW diusir dari Mekkah, Abu Bakar ra berkata : Mereka telah mengusir nabinya. Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah mereka kembali. Niscaya dibinasakanlah mereka. Ibnu Abbas berkata, “Maka Allah menurunkan ayat : ‘Telah …’ (Al-Hajj [22] : 39). Abu Bakar ra berkata : Maka sadarlah aku bahwa sesungguhnya akan terjadi perang. Kisah ini diriwayatkan oleh Ahmad. Lalu dia menambahkan, “Ibnu Abbas berkata : Ayat ini merupakan ayat yang pertama diturunkan mengenai perang. Riwayat inipun dikatakan oleh Tirmidzi. Dia menghasankannya. Hal ini menunjukkan bahwa surah tersebut merupakan surah Madaniyah.”
Ayat tersebut merupakan ayat Madaniyah. Inilah yang dijadikan dalil bagi pentahapan mengemban dakwah tanpa angkat senjata sebelum mempunyai negara (kekuatan).
2.       Minuman
Ayat yang turun mengenai minuman adalah masalah khamar. Proses turunnya ayat khamar ini sering dipergunakan orang sebagai dalil untuk menerapkan hukum Islam secara bertahap. Berikut ini runtutan turun ayat yang mereka paparkan :

1. وَمِنْ ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl [16] : 67)
Mereka mengatakan apabila yang dimaksud ‘sakar’ ialah khamr & yang dimaksud ‘rezeki’ adalah kurma & kismis, maka pemberian predikat baik kepada rezeki sementara sakar tidak diberinya merupakan indikasi bahwa dalam hal pujian Allah SWT hanya ditujukan kepada rezeki & bukan sakar. Kemudian turun ayat :
2. يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا ...
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa’at. …” (Al-Baqarah [2] : 219)
Mereka mengatakanayat ini belum mengharamkan khamar tapi hanya mengatakan besarnya kemudharatan khamar. Ayat ini membandingkan antara manfa’at dengan mudharatnya & menonjolkan segi bahayanya dari pada manfa’atnya. Kemudian turun ayat lagi :
3. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ ...
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, …” (An-Nisa’ [4] : 43)
Mereka mengatakanayat ini hanya melarang minum khamar diwaktu (akan) shalat. Kemudian turun ayat lagi :
4. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ(90)إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantaramu kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (mengerjakannya).” (Al-Maidah [5] : 90-91)
Mereka menutup penjelasannya dengan mengatakanayat ini barulah mengharamkan khamar.
Lalu apakah pembahasan itu benar ? Sebenarnya pembahasan masalah khamar adalah proses nasikh wal mansukh. Hal ini dapat dilihat dalam pembahasan berikut :
Imam Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir mengatakan,“Adapun firman Allah QS. An-Nisa’ : 43, ayat ini bukanlah menunjukkan pengharaman khamr, tapi lebih kearah pengharaman shalat sewaktu mabuk.”
Imam At-Thabari dalam tafsirnya mengatakan bahwa,“Umar ra berdo’a kepada Allah SWT untuk diberikan penjelasan nyata tentang khamr kemudian turun ayat 219 Al-Baqarah. Kemudian Umar berdo’a lagi dengan do’a yang sama maka turun lagi ayat 43 An-Nisa’. Kemudian Umar ra berdo’a lagi dengan do’a yang sama, maka turunlah ayat 90-91 Al-Ma’idah. Dan Umar ra puas tidak berdo’a lagi”.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan :
v       Maka ayat ini (Al-Baqarah : 219) merupakan pendahuluan bagi pengharaman khamar secara total. Pengharaman dalam ayat ini secara sindiran & tidak jelas. Oleh karena itu setelah Umar membaca ayat ini, dia berkata,”Ya Allah, terangkanlah kepada kami ihwal khamar sejelas-jelasnya.” Kemudian turunlah penjelasan pengharamannya dalam surah Al-Ma’idah (5) : 90-91[16].
v       Allah SWT melarang hamba-hamba-Nya yang beriman melakukan shalat pada saat mabuk, yaitu ketika seseorang yang shalat tidak mengetahui apa yang dia katakan. Pelarangan ini terjadi sebelum pengharaman khamar...” [17]
v       Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, “Khamar diharamkan sebanyak tiga kali. Rasulullah SAW tiba di Madinah sedang penduduknya masih meminum khamar & memakan hasil judi. Kemudian mereka menanyakan kedua perbuatan itu kepada Rasulullah. Maka Allah menurunkan ayat (Al-Baqarah : 219). Maka orang-orang pun berkata,”Keduanya tidak diharamkan kepada kita. Dia hanya berfirman keduanya mengandung dosa besar dan manfa’at bagi manusia...Sehingga Allah menurunkan ayat lebih keras (An-Nisa’ : 43). Maka orang-orang pun masih meminum khamar... Kemudian Allah menurunkan ayat yang lebih keras lagi (Al-Ma’idah : 90-91). Maka orang-orang pun berkata, “Ya Allah, sekarang kami menghentikannya.” [18]
Oleh karena itu, masalah khamar adalah masalah nasikh wal mansukh yang mana kita tidak boleh menjadikan ini sebagai dalil untuk pentahapan penerapan syari’at Islam untuk saat ini. Tetapi harus menjalankan langsung hasil akhirnya tanpa mengikuti proses pentahapannya. Karena proses nasikh wal mansukh adalah pekerjaan Allah SWT sedangkan kita tidak berhak untuk melakukannya.
3.       Riba
Ayat yang diturunkan berkenaan dengan riba dalam Al-Qur’an cukup banyak. Sehingga banyak orang menganggap bahwa antara ayat-ayat tersebut terjadi proses nasakh wal mansukh. Sehingga mereka mengatakan bahwa pengharaman riba oleh Allah SWT adalah bertahap. Adapun urutan yang mereka ungkapkan adalah sebagai berikut :
وَمَا ءَاتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ ...
“Dan suatu riba yang kamu berikan untuk menambah harta manusia, maka yang demikian itu tidak (berarti) untuk menambah disisi Allah…” (QS. Ar-Ruum [30] : 39)
Mereka mengatakan ayat ini diturunkan di Makkah tetapi tidak menunjukkan isyarat apapun mengenai haramnya riba. Kemudian turun ayat :
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا(160)وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ ...
“Maka lantaran kedzaliman yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi itu, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka. Lantaran perbuatan mereka yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, …” (QS. An-Nisa [4] : 160-161)
Mereka mengatakan ayat ini diturunkan di Madinah sebelum Perang Bani Quraidzah. Ayat ini menggambarkan sifat orang Yahudi yang menjalankan praktik riba. Lalu turun lagi ayat :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan riba dengan berlipat ganda…” (QS. Ali Imran [3] : 130)
Mereka mengatakan ayat ini diturunkan di Madinah & menunjukkan larangan tegas untuk melakukan salah satu praktik riba yakni riba nasi’ah. Meski demikian, belum mengharamkan secara mutlak seluruh bentuk riba. Kemudian turun lagi ayat :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, takutlah kepada Allah & tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah [2] : 278)
Mereka mengatakan ayat inilah yang mengharamkan segala bentuk praktik riba dengan tegas & bersifat mutlak.
Apakah pembahasan ini tepat ? Sebenarnya pembahasan yang benar adalah, bahwa masalah riba tidaklah terjadi nasikh wal mansukh. Ini dapat dilihat dari argumentasi berikut :
1)       Surah Ar-Ruum (30) : 39
Imam Qurtubi dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini tidaklah membahas masalah riba, melainkan membahas masalah hadiah.
Ibnu Katsir mengomentari ayat ini dalam tafsirnya, “Barang siapa yang memberikan sesuatu kepada seseorang dengan harapan orang tersebut akan membalas dengan pemberian yang lebih baik daripada yang telah diberikan, maka pemberian yang demikian tidak berpahala disisi Allah SWT.”
Jadi, kata riba disini bukanlah riba yang dimaksud sebagai tambahan yang diperoleh dari seseorang yang meminjamkan sesuatu dengan tempo. Tapi dalam arti bahasa, yaitu sebagai tambahan saja.
2)       Surah An-Nisa’ (4) : 160 -161
Ibnu Katsir mengomentari ayat ini,“...disebabkan kedzaliman kaum Yahudi..., maka Allah mengharamkan kepada mereka makanan yang sebelumnya dihalalkan untuk mereka,... Yakni tiada lain Kami mengharamkan hal itu lantaran mereka berhak mendapatkannya sebab mereka melampaui batas, durhaka ...”
Jelaslah bahwa ayat ini menceritakan khusus orang Yahudi.
3)       Surah Ali Imran (3) : 130
Sebenarnya ayat ini tidak sekadar mengharamkan riba yang berlipat ganda, tapi semua jenis riba secara keseluruhan. Memang benar ayat tersebut hanya menyebutkan riba yang biasa terjadi pada saat itu, tapi tidak berarti hanya riba tersebut saja yang diharamkan. Melainkan untuk semua jenis riba diharamkan. Penjelasan ini semua dapat dilihat dalam kitab tafsir Fathur Qadir karangan Imam Asy-Syaukani, Tafsir Ahkam karangan Imam As-Sayyis. Imam Taqyudin An-Nabhani mengatakan bahwa ayat ini tidak ada mafhum mukhalafahnya karena bertentangan dengan mantuknya. Sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa selain riba yang berlipat ganda adalah halal.
4)       Surah Al-Baqarah (2) : 278
Imam At-Thabari dalam Al-Bayan mengatakan bahwa ayat ini bercerita tentang kaum yang baru masuk Islam yang sebelumnya mereka melakukan riba yang belum tuntas. Dan Allah SWT mema’afkan riba yang telah mereka ambil sebelum masuk Islam. Sementara sisa riba setelah mereka masuk Islam disuruh untuk ditinggalkan.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini terkait dengan cerita Zaid bin Aslam tentang bani Amr bin Umair dari Tsaqif yang terkait riba dengan bani Mughirah dari Bani Makhzum sebelum mereka masuk Islam. Kemudian Ibnu Katsir mengatakan,“Ayat ini merupakan peringatan keras & ancaman yang tegas bagi orang yang masih melaksanakan praktik riba setelah diberi peringatan.”
Selain penjelasan diatas, ayat 130 Ali Imran adalah lebih dahulu turun dari ayat 275 Al-Baqarah. Dalam ilmu ushul fiqh, ayat yang mengkhususkan tidak mungkin turun dahulu dibanding yang umum.

E.   Ayat Terakhir Turun
Ulama berbeda pendapat mengenai ayat yang terakhir turun. Berikut ini macam-macam pendapat tersebut :
1.       QS. Al-Baqarah (2) : 278, dalilnya :
“Ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat mengenai riba.” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas)
Yang dimaksud ialah ayat 278 Al-Baqarah.
2.       QS. Al-Baqarah (2) : 281, dalilnya :
“Ayat Qur’an terakhir kali turun ialah : Dan peliharalah dirimu...(Al-Baqarah [2]: 281).” (HR. An-Nasa’i dan lain-lain, dari Ibnu Abbas & Sa’id bin Jubair)[19]
3.       QS. Al-Baqarah (2) : 282, dalilnya :
“Telah sampai kepadanya bahwa ayat Al-Qur’an yang paling muda di ‘Arsy ialah ayat mengenai utang.” (HR. Sa’id bin Al-Musayyab)
Yang dimaksud adalah QS. Al-Baqarah [2] : 282
4.       QS. An-Nisa’ (4) : 176, dalilnya :
Bukhari & Muslim meriwayatkan dari Barra’ bin ‘Azib, ia berkata : “Ayat yang terakhir kali turun adalah : “Mereka meminta fatwa kepadamu… (An-Nisa’ [4] : 176).” [20]
5.       QS. At-Taubah (9) : 128-129, dalilnya :
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ubai bin Ka’b mengatakan : “Ayat Al-Qur’an yang terakhir diturunkan ialah ayat yang berbunyi : Sesungguhnya telah datang …(At-Taubah [9] : 128-129).” [21]
6.       QS. Al-Maidah (5), dalilnya :
Al-Hakim meriwayatkan dari Jabir bin Nafir dari Aisyah, dia berkata, “Sesungguhnya ia (surah Al-Ma’idah) merupakan surat yang terakhir diturunkan.” [22]
7.       QS. Ali Imran (3) : 195, dalilnya :
Hadits riwayat Ibn Mardawaih melalui Mujahid dari Ummu Salamah, dia berkata : “Ayat yang terakhir kali turun adalah ayat : “Maka Tuhan memperkenankan… (Ali Imran [3] : 195).”
8.       QS. An-Nisa’ (4) : 93, dalilnya :
HR. Bukhari & lain-lain dari Ibnu Abbas Yang mengatakan : Ayat ini (An-Nisa’ [4] : 93) adalah ayat yang terakhir diturunkan & tidak dinasikh oleh sesiapapun.”
9.       QS. An-Nashr (110), dalilnya :
Ibnu Abbas mengatakan, “Surah terakhir yang diturunkan ialah : “Apabila telah datang … (An-Nashr [110] : 1-3).”[23]
10.    QS. Al-Ma’idah (5) : 3, dalilnya :
Ayat ini turun sewaktu haji wada’. HR. Bukhari menceritakan bahwa seorang Yahudi datang menghadap Umar ra & berkata : Hai Amirul Mukminin ! Ada sebuah ayat dalam kitabmu yang kalau diturunkan kepada kami golongan Yahudi niscaya hari turunnya itu akan kami jadikan sebagai hari besar. Umar ra bertanya : “Ayat manakah yang anda maksud ?” Ia menjawab : “Firman Allah, “Pada hari ini… (Al-Maidah [3] : 3)”. Seraya Umar ra menjawab : “Demi Allah, sungguh aku tahu benar tempat diturunkannya ayat tersebut serta saat dimana diturunkan. Ayat tersebut diturunkan pada waktu Rasul SAW berada di Arafah, hari Jum’at setelah Ashar.” [24]
Pembahasan
Qadi Abu Bakar Al-Baqalani dalam Al-Intisar mengatakan bahwa semua hadist tersebut diatas tidak disandarkan kepada Rasulullah SAW, jadi kemungkinan adalah ijtihad belaka. [25]
QS. An-Nisa’ [4] : 176 dapat dialihkan menjadi ayat terakhir yang turun mengenai masalah warisan. QS. At-Taubah [9] : 128 dapat dimengerti sebagai ayat terakhir surah At-Taubah. QS. Al-Maidah [5] dapat dimengerti sebagai surah yang terakhir turun dalam hal halal & haram sehingga tidak ada satupun hukum yang dinaskh didalammya. QS. Ali Imran [3] : 195 dimengerti sebagai ayat terakhir dari tiga ayat mengenai pertanyaan yang diajukan Ummu Salamah. QS.An-Nisa’ [4] : 93 dari kata “tidak dinasikh oleh sesiapapun”, menunjukkan bahwa ayat ini adalah ayat terakhir turun dalam hukum membunuh mukmin dengan sengaja.
Imam Ali Ash-Shabuni mengatakan bahwa ayat yang terakhir diturunkan adalah Al-Baqarah [2] : 281. Ini adalah pendapat yang benar & kuat menurut hasil seleksi para ulama yang tokohnya As-Suyuthi. Dan Nabi SAW setelah turunnya ayat ini hanya hidup 9 (sembilan) hari sebelum beliau wafat.[26]
M. Husain Abdullah juga mengatakan bahwa ayat yang turun terakhir adalah Al-Baqarah : 281.[27]
Manna’ Khalil Al-Qattan mengatakan QS. Al-Ma’idah [5] : 3 pada lahirnya menunjukkan penyempurnaan kewajiban & hukum. Riwayat turunnya ayat riba, hutang-piutang, kalalah dan lainnya adalah setelah QS. Al-Ma’idah [5] : 3. Ayat mengenai riba (Al-Baqarah [2] : 278), ayat 281 Al-Baqarah & ayat hutang (Al-Baqarah [2] : 282) adalah masih satu kisah. Setiap perawi mengabarkan dengan benar tentang turunnya ayat-ayat tersebut. Sehingga riwayat pada pendapat 1, 2 & 3 dapat dipadukan dengan menghasilkan kesimpulan bahwa ketiga ayat itu turun menurut tertib ayat.[28]
˜


[1]Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 154.
[2] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 145 – 151.
[3] Apa Itu Al-Qur’an hal 42.
[4] Beliau adalah tabi’in besar, ahli hadits & ahli fiqh. Merupakan guru Imam Abu Hanifah yang terkemuka. Wafat 109 H.
[5] Ringkasan Tafsir Ibn Katsir pada pembahasan QS. Al-Baqarah [2] : 185, QS. Ad-Dukhan [44] : 3 & QS. Al-Qadar [97] : 1.
[6] Pengantar Studi Al-Qur’an hal 55.
[7] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 150 – 151.
[8] Fathul Baari I hal 37-38.
[9] Fathul Baari I hal 45.
[10] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 94.
[11] Ringkasan Tafsir Ibn Katsir I pada pembahasan keutamaan basmallah.
[12]Lihat Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 92.
[13]Salah satu bagian hadits dla’if adalah hadits munqati yaitu hadits yang sanadnya gugur satu orang rawi dalam satu tempat atau lebih (baik diawal, ditengah ataupun diakhir), atau didalamnya disebutkan seorang perawi yang mubham (tidak disebut namanya). (Ushul Al-Hadits hal 305-306).
[14]Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 94.
[15]Ada yang berpendapat bahwa QS. Al-Ankabut [29] : 6 adalah ayat pertama yang berbicara masalah jihad dengan alasan bahwa QS. Al-Ankabut adalah surah Makkiyah sedangkan QS. Al-Hajj [22] adalah Madaniyah. Pendapat ini dipaparkan bertujuan untuk menggugat defenisi jihad yang bermakna perang. Karena perintah perang baru turun setelah periode Madinah. Sehingga mereka mengatakan bahwa kata jihad dalam Al-Qur’an tidak selalu berarti perang. Pendapat ini adalah salah. Karena QS. Al-Ankabut memang benar adalah surah Makkiyah tetapi khusus QS. Al-Ankabut [29] : 6 adalah ayat Madaniyah. Ini dibahas dalam bahasan ayat Madaniyah dalam surah Makkiyah. (Lihat pembahasan pada bab VI). Sehingga setiap ayat yang berbicara tentang jihad adalah ayat Madaniyah.
[16] Ringkasan Tafsir Ibn Katsir I yang membahas QS. Al-Baqarah [2] : 219.
[17] Ringkasan Tafsir Ibn Katsir I yang membahas QS. An-Nisa’ [4] : 43.
[18] Ringkasan Tafsir Ibn Katsir II yang membahas QS. Al-Ma’idah [5] : 90-91.
[19] Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata,”Setelah turun ayat ini Nabi SAW hidup selama 9 hari, kemudian meninggal pada malam Senin 27 Rabi’ul awal. Demikian menurut riwayat Abu Hatim. Diriwayatkan pula oleh Ibn Mardawih dari Ibn Abbas, dia berkata, “Ayat yang terakhir diturunkan adalah : ‘Dan peliharalah dirimu …’ (Al-Baqarah [2] : 281).” Ibnu Juraij berkata, “Orang-orang mengatakan bahwa Nabi SAW hidup selama 9 hari setelah ayat ini turun yaitu sejak hari Sabtu & beliau wafat pada Senin. Demikianlah menurut keterangan Ibnu Jarir.”
[20] Ibnu Katsir juga memuat riwayat ini dalam tafsirnya sewaktu membahas QS. An-Nisa’ [4] : 176.
[21] Ringkasan Tafsir Ibn Katsir yang membahas QS. At-Taubah [9] : 128.
[22] Hadits ini lebih lengkapnya tercantum pada Ringkasan Tafsir Ibn Katsir II yang membahas QS. Al-Ma’idah.
[23] Ibnu Katsir dalam tafsir sewaktu membahas QS. An-Nashr [110] mengatakan, “Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Ibn Abbas berkata, “Ketika turun ayat ‘Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan’, Rasululllah SAW mengatakan, ‘Kematian diriku telah diumumkan’.Beliau wafat tahun itu.
[24] Ibnu Katsir dalam tafsirnya sewaktu membahas QS. Al-Maidah [5] : 3 menyebutkan bahwa Rasulullah SAW meninggal 81 hari setelah hari Arafah.
[25] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 100.
[26] Pengantar Studi Al-Qur’an hal 30.
[27] Studi Dasar-dasar Pemikiran Islam hal 31.
[28] Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an hal 96-99.